PERMATA_forum komunikasi Mahasiswa,Santri, Pemuda, siswa Ds. Tlagah kec. Galis kab. Bangkalan Madura Jawa Timur
Jumat, 20 Mei 2011
Selasa, 10 Mei 2011
POLIGAMI BOLEEEEH,,?
MENYINGKAP TABIR POLIGAMI
- Makna perkawinan dalam islam
Salah satu keutamaan manusia disbanding makhluk lainnya adalah pengangkatan dirinya sebagai khalifah fi al-ardli (mandataris allah di bumi), yang diserahi tugas untuk mengelola kehidupan di planet bumi ini. Dalam rangka menyukseskan tugas luhur tersebut manusia dibolehkan bahkan dianjurkan menikah, antara lain agar keberlangsungan generasi manusia tetap terjamin sampai hari kiamat nanti.
Perkawinan dalam islam merupakan suatu akad atau transaksi. Hal itu terlihat dari adanya unsur ijab (tawaran) dan qabul (penerimaan). Berbeda dengan transaksi biasa, perkawinn adalah amanah.
Sebagai suatu akad atau transaksi, perkawinan semestinya melibatkan dua pihak yang setara sehingga mencapai suatu kata sepakat atau kosensus. Tidak salah jika didefenisiskan bahwa perkawinan adalah sebuah akad atau kontrak yang mengikat dua pihak yang setara, yaitu laki-laki dan perempuan yang masing-masing telah memenuhi persyaratan berdasarkan hukum yang berlaku atas dasar kerelaan dan kesukaan untuk hidup bersama dalam satu keluarga.
Sejumlah ayat dalam al-qur’an banyak membahas soal perkawinan, kalau kita dapat simpulkan bahwa perkawinan dalam islam dibangun di atas lima prinsip dasar. Pertama, prinsip kebebasan dalam memilih jodoh bagi laki-laki dan perempuan sepanjang tidak melanggar ketentuan syari’aat. Kedua, prinsip mawaddah warahmah (cinta dan kasih saying) ketiga, prinsip saling melengkapi dan melindungi. Keempat, prinsip mu’asyarah bil ma’ruf (pergaulan yang sopan dan santun). Kelima, prinsip monogamy.
- Makna poligami
Salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangkan dalam masyarakat adalah poligami, karena mengundang pandangan yang controversial. Poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal mana suami mengawini lebih dari satu istri dalam waktu yang sama. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu dikatakan bersipat poligam. Selain poligami, dikenal juga poliandri. Jika dalam poligami, suami yang memiliki beberapa istri, dalam poliandri sebaliknya, justru istri yang mempunyai beberapa suamidalam waktu yang sama. Akan tetaapi, dibandingkan poligami, bentuk poliandri tidak banyak dipraktekkan.
Kebalikan poligami adalah monogami, yaitu ikatan perkawinan yang terdiri dari seorang suami dan seorang istri. Suami hanya mempunyai satu istri. Istilah lainnya monogini. Dalam realitas sosiologis di masyarakat, monogami lebih banyak dipraktekkan karena dirasakan paling sesuai dengan tabiat manusia dan merupakan bentuk perkawinan yang paling menjanjikan kedamaian.
- Sejarah hukum poligami
Menurut Ibnu Abdu al-Salam (Ibrahim al-Bajuri, al-Bajuri, juz II hal. 93), syariat Nabi Musa AS. tidak melarang laki-laki beristeri lebih dari satu. Bahkan, pada waktu itu, laki-laki sangat dianjurkan berpoligami. Ini terkait dengan jumlah laki-laki yang sedikit dibanding populasi perempuan yang terus meningkat. Sebagaimana yang diceritakan al-Qur’an, Fir’aun, penguasa pada saat itu, melakukan pembunuhan besar-besaran setiap bayi laki-laki yang lahir, sementara bayi perempuan terus dibiarkan hidup. (QS al-Baqarah [02]: 49)
Era “kebebasan” laki-laki berakhir pada masa kenabian Isa AS. Syariat Isa hanya membolehkan monogami. Konon, ketentuan seperti ini berpulang pada sosok Nabi Isa sendiri. Seperti yang kita ketahui, Nabi Isa terlahir dari rahim wanita yang sepanjang hidupnya tidak pernah bersuami. Dalam kandungan Maryam—ibu Isa—tiba-tiba terdapat janin tanpa diketahui asal- muasalnya.
Dalam hal ini, Isa adalah aseli produk wanita: proses pembuahan janin Isa tanpa ada campuran sperma laki-laki dan ovum wanita. Maryam adalah asal dari Isa. Nah, sebagai bentuk “penghormatan” terhadap asal, maka laki-laki tidak boleh beristeri lebih dari satu.
Berbeda dengan syariat Nabi Musa yang terlalu ekstrim dalam membebaskan poligami, dan Nabi Isa yang hanya membolehkan monogami, syariat Nabi Muhammad mengambil posisi tengah-tengah, sebagai sintesis dari syariat Musa dan Isa.
Nabi Muhammad SAW membolehkan laki-laki beristeri maksimal empat (QS an-Nisa [4]: 03). Bahkan Nabi SAW sendiri memiliki sembilan istri dari lima belas wanita yang pernah dikawininya.
Kendatiun demikian, syariat Nabi Muhammad SAW juga terkait dengan kondisi sosio-kultur msyarakat Arab waktu itu. Dalam tradisi Arab, tidak ada batasan bagi laki-laki untuk mengawini perempuan. Bahkan, pada waktu itu, posisi perempuan sangat direndahkan. Batasan empat yang diberikan al-Quran dalam rangka mengangkat harkat-martabat perempuan yang direndahkan itu. Namun, model perubahan yang dipilih al-Qur’an adalah halus (soft) dan bertahap (al-tajrid). Dan ini ciri dari syariat Nabi Muhammad SAW.
Yang perlu ditekankan di sini, seperti yang dikatakan Khudlori Bek dalam “Tarikh al-Tasyri’ al-Islami”, bahwa poligami bukanlah pokok syariat yang bersifat pasti (laisa ta’addudu al-zaujaat min al-sya’aair al-asasiyyah allati labudda minha). Sejatinya, yang berhak menentukan boleh-tidaknya poligami adalah manusia, tentunya dengan bertitik-tolak pada realitas sosio-kultur yang berlaku di masyarakatnya.
Disamping itu, kita juga harus mempertimbangkan alasan serta tujuan dari nikah itu sendiri, agar tidak terjadi kesilap-pahaman dalam memahami poligami. Menurut para ulama, tujuan nikah ada tiga (maqasid al-nikah tsalasah): pertama, menjaga keturunan/fungsi reproduksi (hifdzu al-nasal); kedua, mendistribusikan sperma yang apabila terus ditimbun dalam tubuh maka akan membahayakan (ikhraj al-ma’ alladzi yadurru ihtibasuhu fi al-badan); dan ketiga, menyalurkan kebutuhan biologis, rekreasi (nailu al-ladzzat). (Abi Bakr bin Syato’, Ianah al-Tholibin, hal 295 juz III).
Nikah hanyalah sarana (wasail) untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas. Jika tujuan itu bisa diperoleh dengan monogami, maka mengapa harus berpoligami? Sayangnya, seringkali kita terjebak pada “sarana”, melupakan tujuan. Sehingga terlepas dari cita-cita nikah yang diinginkan al-Qur’an, yakni taskunuu ilayha (keharmonisan dalam rumah tangga) dan mawaddah wa rahmah (kasih sayang). (QS al-Rum [30]: 21)
- Urgensi Poligami Secara Sosial.
Dalam sekala sosial, poligami mempunayi beberapa urgensi: Pertama, dalam situasi normal. Sering terjadi populasi wanita melebihi jumlah pria, sebagaimana yang ditemukan di negara-negara Eropa Utara. Pada masa di mana tidak ditemukan peperangan, biasanya jumlah kaum hawa lebih banyak dari kaum Adam. Salah seorang dokter bersalin di Helsinky, Finlandia pernah berkata bahwa setiap terjadi kelahiran empat bayi, satu dari padanya adalah bayi laki-laki.
Dalam kondisi seperti ini, maka poligami merupakan persoalan yang urgen, baik ditinjau dari kemaslahatan etika maupun sosial. Poligami dalam kondisi ini lebih baik dari pada ditemukannya wanita-wanita yang tak mendapatkan jodoh bergentayangan di jalan-jalan, tidak punya keluarga, tidak pula rumah. Keadaan ini dapat mengundang kejahatan dan perilaku negatif serta penyakit sosial.
Kedua, dalam kodisi di mana jumlah laki-laki lebih sedikit dari jumlah wanita akibat pertempuran atau bencana alam. Dalam kondisi ini maka poligami menjadi urgen bagi tatanan sosial seperti yang terjadi pada masa perang dunia.
- Urgensi Poligami Secara Individual
Di samping urgensi poligami secara sosial, ada beberapa hal sehingga secara individual pun poligami menjadi sesuatu yang sangat urgen. Antara lain adalah:
Pertama, bila seorang isteri mandul sementara sang suami ingin sekali memiliki keturunan. Keinginan memiliki keturunan adalah sesuatu hal yang wajar dan fitrah. Dalam situasi seperti ini hanya ada dua kemungkinan:
Mencerai isteri mandul atau kawin lagi. Tentunya mempertahankan perkawinan bagi seorang laki-laki dan wanita adalah lebih baik dari pada bercerai. Biasanya seorang wanita yang mandul lebih memilih dimadu dari pada hidup sendirian. Sebab bila memilih cerai, ia khawatir tidak ada lelaki lain yang ingin mengawininya.
Kedua, bila isteri mempunyai suatu penyakit yang menyebabkan suami tidak bisa menggaulinya. Bila dicerai biasanya suami akan merasa malu terhadap masyarakatnya, demikian juga isteri akan merasa tidak berarti lagi dalam hidupnya. Sementara itu kebutuhan biologis suami harus tetap dipenuhi. Oleh karena itu dalam keadaan demikian, maka poligami adalah jalan keluar dari persoalan di atas.
Ketiga, keadan laki-laki mempunyai kecendrungan hiper sex yang bila hanya satu isteri, kebutuhannya tidak terpenuhi, baik karena sang isteri memasuki masa monopause maupun disebabkan datang bulan (haid). Dalam keadaan ini tentunya poligami adalah tindakan yang paling baik dibandingkan harus “jajan” di tempat-tempat mesum.
- Sisi Negatif Poligami.
Selain beberapa keunggulan yang terdapat pada sistem poligami, kita juga tidak menutup mata bahwa secara empiris masih dijumpai sisi negatif dari poligami. Sisi negative ini timbul disebabkan beberapa faktor. Namun faktor utama dari segalanya adalah kembali kepada manusianya itu sendiri. Banyak dari kalangan kita yang menyalahgunakan kebolehan polgami ini, di samping itu keislaman dan kesalehan orang yang bersangkutan masih kurang dari yang diharapkan. Maka banyak terjadi berbagai persoalan negatif yang ditimbulkan poligami, antara lain:
Timbulnya rasa dengki dan permusuhan di antara para isteri. Persaaan ini biasanya timbul karena suami lebih mencintai satu isteri dari pada isteri yang lain, atau karena kurang adanya keadilan. Tapi hal ini jarang terkadi bila sang suami dan isteri mengerti hak dan kewajibannya.
Perasaan di atas juga biasanya terwarisi hingga kepada anak-anaknya dari masing-masing isteri, sehingga rasa persaudaraan tidak ada lagi.
Timbulnya tekanan batin bagi sang isteri pertama, karena biasanya sang suami lebih mencintai isteri barunya. Perasaan ini mengakibatkan isteri pertama kurang bahagia dalam hidupnya. Poligami juga menjadi penyebab timbulnya genarasi santai, mereka lebih suka bermejeng di jalanan untuk menghabis-habiskan masa mudanya. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya perhatian dari sang ayah.
Kamis, 05 Mei 2011
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
PTK : Lukmanul Hakim D01207230
JUDUL
PENIGKATAN PEMAHAMAN SISWA DALAM PROSES BELAJAR FIQH IBADAH MATERI SHALAT KLS VII MTs TLAGAH II GALIS BANGKALAN MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat, bangsa dan negara. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003.
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu bagian dari materi pendidikan mempunyai tanggungjawab untuk dapat merealisasikan tujuan pendidikan Nasional tersebut. Sebagai bagian dari mata pelajaran di sekolah, pendidikan agama Islam seringkali mengalami kendala diantaranya keberadaan mata pelajaran agama Islam tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah hal ini dapat dilihat dari alokasi waktu yang hanya 3 jam pelajaran perminggu bila dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang mempunyai alokasi waktu lebih banyak. Di sisi lain minat siswa terhadap mata pelajaran pendidikan agama diakui sangat minim mereka lebih suka dengan mata pelajaran berbasis tekhnologi dan informasi. Hal ini terjadi karena salah satu kelemahan pendidikan agama Islam adalah menerapkan metode atau strategi dalam proses pembelajaran, harus diakui bahwa pendidikan agama Islam pada saat ini diselimuti oleh awan mendung dan berbagai problematika yang belum terurai. Armai Arif (Jakarta, 2002) mengatakan bahwa persoalan-persoalan selalu menyelimuti dunia pendidikan sampai saat ini adalah seputar tujuan dan hasil yang tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat, metode pembelajaran yang statis dan kaku, sikap dan mental pendidik yang dirasa kurang mendukung proses, dan materi pembelajaran yang tidak progresif.
Oleh karena Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Maka tidak boleh tidak pendidikan harus mencapai ranah yang tiga tersebut. Namun kenyataannya hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.
Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Salah satunya yang sangat populer adalah model pelatihan kepemimpinan ESQ ala Ari Ginanjar.
Towaf (1996) juga mengamati adanya kelemahan-kelemahan pendekatan yang digunakan. Ia mengatakan bahwa pendekatan yang digunakan masih cenderung normatif. Kurang kreatifnya guru agama dalam menggali metode yang biasa dipakai untuk pendidikan agama menyebabkan pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton.
Amin Abdullah, seorang fakar keislaman menyoroti kegiatan pendidikan agama yang selama ini berlangsung di sekolah. Ia mengatakan bahwa pendidikan agama kurang consern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisasikan dalam diri siswa lewat berbagai cara ,media dan forum. Pembelajaran lebih menitikberatkan pada aspek korespondensi tekstual yang lebih menekankan hafalan teks-teks keagamaan.
Dari berbagai pendapat tersebut, jelas bahwa metode atau strategi pembelajaran memiliki kedudukan yang sangat signifikan untuk dapat mencapai tujuan pendidikan. Bahkan Ismail (2008) mengatakan bahwa metode sebagai seni dalam mentrasfer ilmu pengetahuan kepada siswa dianggap lebih signifikan dibanding dari materi itu sendiri. Sebuah adagium mengatakan bahwa “At-Thariqat Ahamm min al-Maddah” (metode jauh lebih penting dibanding materi). Ini adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi oleh siswa, walaupun sebenarnya materi yang disampaikan sesungguhnya tidak terlalu menarik. Sebaliknya materi yng cukup menarik, karena disampaikan dengan cara yag kurang menarik maka materi itu kurang dapat dicerna oleh siswa.
Selama ini, metodologi pembelajaran agama Islam yang diterapkan masih mempertahankan cara-cara lama (tradisional) seperti ceramah, menulis, dan menghafal. Seperti halnya pada materi ilmu fiqih khususnya materi ibadah, dari masa kemasa selalu menggunakan cara-cara lama dengan ceramah menulis dan membaca sehingga cara-cara seperti itu diakui atau tidak, membuat siswa tampak bosan, jenuh dan kurang bersemangat dalam belajar agama.
Oleh karenanya secara umum seluruh praktisi pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam perlu melakukan inovasi, kreatifitas sehingga tujuan pendidikan Islam dapat tercapai. STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF merupakan pendekatan dalam proses belajar mengajar yang bila diterapkan secara tepat berpeluang dalam meningkatkan tiga hal, pertama, maksimalisasi pengaruh fisik terhadap jiwa, kedua, maksimalisasi pengaruh jiwa terhadap proses psikofisik dan psikososial,dan ketiga, bimbingan ke arah pengalaman kehidupan spiritual.
Melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan mampu menemukan formula yang tepat untuk diterapkan sebagai metode atau strategi dalam proses pembelajaran,dalam hal ini penulis merumuskan judul : PENIGKATAN PEMAHAMAN SISWA DALAM PROSES BELAJAR FIQH IBADAH MATERI SHALAT KLS VII SMP TLAGAH II GALIS BANGKALAN MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
· Temuan masalah
Siswa tidak bisa mengaplikasikan konsep konsep fiqh ibadah materi sholat yang telah diajarkan
· Penyebab masalah
strategi pembelajaran yang digunakan tidak bisa mencerdaskan siswa secara afektif dan psikomotorik
· Obat yang sesuai
Masalah tentang kemampuan siswa SMP Tlagah dalam memahami ilmu fiqh materi ibadah sholat akan dipecahkan dengan menggunakan strategi pembelajaran afektif
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut didepan, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam proposal ini adalah :
Bagaimana kemampuan siswa dalam memahami fiqh ibadah materi shalat setelah menggunakan strategi pembelajaran afektif ?
C. Tujuan penelitian
Untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang pentingnya mempratikkan kaidah kaidah fiqh ibadah dalam kehidupan sehari-hari
D. Manfaat penelitian
1. Bagi guru
-Sebagai bahan masukan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan di kelasnya.
-guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendekatan pembelajaran di kelas, shingga konsep-konsep fiqh ibadah yang diajarkan guru dapat dikuasai siswa dan dapat mengetrapkannya
2. Bagi siswa
-untuk meningkatkan minat, motivasi, dan kemampuannya dalam memahami serta memperaktikkan konsep-konsep fiqh ibadah sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat.
3. Bagi sekolah
-dapat meningkatkan prestasi belajar siswa lebih baik dan perlu dicoba untuk diterapkan pada pelajaran lain.
-hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi positif pada sekolah dalam rangka perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran
4. Bagi masyarakat
-hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi positif pada masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas masyarakat di generasi selanjutnya
5. Bagi penulis
-Pengalaman yang berharga untuk melaksankan tugas di masa yang akan datang
BAB.II.
KAJIAN TEORI DAN KEPUSTAKAAN.
Pendidikan merupakan kunci kemajuan dan kesuksessan masa depan suatu bangsa, itu pulalah yang menyebabkan pemimpin Jepang paska bom Hiroshima dan Nagasaki menanyakan berapa orangkah guru yang masih tertinggal dan selamat.
Pendidikan merupakan pembimbigan seseorang kearah dewasa, baik secara biologis,baik secara ekonomis, baik secara sosiologis. Seseorang yang dewasa harus mempunyai skill life atau kecakapan hidup sehingga dia tidak menjadi beban bagi orang lain, Dia harus mempunyai kepribadian yang mandiri sehingga setiap tantangan, rintangan dan persoalan hidup dapat menerima dengan tenang, kemudian menghadapi dengan cermat, dan mengatasi serta memecahkannya dengan bijaksana.
Hakikat belajar mengajar: menurut Abu Ahmadi hakikat mengajar itu ada jenis 1. menanamakan pengatahuan kepada anak, 2. menyampaikan pengetahuan dan kebudayaan kepada anak, 3. suatu aktivitas mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi prases belajar.Hakiakat belajar adalah usaha sadar untuk menguasai ilmu, untuk dapat menerapkan pengetahuan , untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik. Jadi belajar dan mengajar saling berkaitan dalam suatu proses menuju perubahan pengetahuan, perubahan tingakah laku, perubahan keterampilan dan dapat mengatasi persoalan hidup dengan baik dan mandiri.
A. Kajian Umum Pendidikan
Kegiata belajar mengajar supaya lebih efektif harus memperhatikan sebagai berikut:
1. Tujuan belajar mengajar
Secara umum tujuan belajar mengajar adalah untuk mengubah pengetahuan peserta didik, mengubah kepribadian, mengubah keterampilan. Jadi dalam pendidikan harus ada perubahan kalau tidak ada perubahan maka kegiatan belajar itu tidak berhasil.
2. Guru sebagai salah satu sumber belajar.
Guru yang membimbing harus orang kompeten, pendidik yang kompeten adalah guru yang mempunyai kesadaran kependidikan yang tinggi dan memenuhi syarat -syarat seorang guru yang baik.
3. Azas didaktik
Dalam Kegiatan belajar hendak memperhatikan pengajaran (azas didaktik) antara lain :
a. Harus ada pemusatan perhatian sehingga semua potensi yang ada pada diri peserta didik dapat berfungsi dengan maksimal.
b. Harus ada keaktifan peserta didik harus aktif dalam proses belajar mengajar, keaktifan itu menunjukan dalam jiwa siswa itu ada proses.
c. Kegiatan belajar mengajar itu harus ada bahan yang diragakan sehingga dapat dilihat oleh siswa,
d. Memperhatikan kemampuan peserta didik.
e. Korelasi dan konksentrasi,
f. Praktis dan efesien
4. Bahan pengajaran
a. Bahan pembelajaran harus memenuhi tujuan umum pemdidikan dan tujuan sekolah. Di Negara manapun sekolah adalah tempat pendidikan, yaitu memberikan endidikan keseluruhan, yang meliputi pendidikan jasmani, rohani, pendidikan perorangan serta kemasyarakatan.
b. Bahan pengajaran harus sesuai dengan tingkat sekolah, perkembangan jiwa serta jasmani murid pada umumnya. Maksudnya guru memperhatikan apakah masih tingkat pemula atau menengah atau sudah tingkat tinggi.
c. Bahan pembelajaran pokok pendidikan Agama Islam.
Materi pokok pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Kejuruan ialah:
1). Keyakinan dan kepercayaan.
2). Ibadah Kepada Allah SWT.( Fikih).
3). Cara membaca Al-Qur’an dan membiasakannya.
4). Pengetahuan hukum Islam.
5). Pergaulan hidup antara sesama manusia.
d. Tema sentral Pendidikan Agama Islam.
1) Kemapuan siswa untuk beribadah dan membiasakannya dengan baik dan tertib( kemampuan sholat dan ibadah lainnya).
2) Kemampuan siswa untuk membaca Al-Qur’an dengan baik.
3) Tercerminnya Akhlak yang baik dari siswa.
5. Metode pengajaran
a. metode ceramah.
b. metode Tanya Jawab.
c. metode diskusi.
d. metode kerja kelompok.
e. metode simulasi.
f. metode demonstrasi.
g. penugasan.
h. eksprimen.
i. metode proyek.
j. widyawisata.
k. bermain peran.
l. sosiodrama.
m. pemecahan masalah.
n. metode latihan.
o. metode bercerita.
p. Metode pameran.
q. metode e-learning.
6. Proses Belajar Mengajar.
Proses belajar mengajar adalah rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar ada beberapa hal yang perlu diperhatian supaya kegiatan itu berjalan dengan maksimal. antara lain ialah:
a. Prinsip proses belajar mengajar.
b. Pengelolaan Proses Belara Mengajar.
1). Pengorganisasian kelas.
2). Metode belajar mengajar.
3). Sarana dan sumber belajar.
a) sarana belajar,
b). Sumber belajar,
6. Teknik Evaluasi.
a. Pengertian evaluasi.
b. Tujuan Evaluasi.
c. Jenis dan fungsi evaluasi.
d. Penggunaan data evaluasi.
e. Cara dan Tehnik Penilaian.
f. Tahapan Evaluasi Hasil Belajar.
1). Tahap perencanaan evaluasi.
2). Pelaksanaan evaluasi.
3). Analisis evaluasi.
4). Pelaporan hasil evaluasi.
g. Obyek evaluasi.
Menurut Tyler, obyek evaluasi itu terdiri dari beragam aspek kepribadian yaitu:
1).Aspek befikir, termasuk diantaranya : inteligensi, ingatan, cara menginterpretasi data, pemikiran logis dan sebagainya.
2).Aspek perasaan social, termasuk diantaranya: cara bergaul, cara pemecahan nilai social dan sebagainya.
3).Aspek keyakinan social dan kewarganegaraan menyangkut pandangan hidup terhadap masalah social, politik dan ekonomi.
4). Apresiasi seni dan budaya.
5). Minat, bakat dan hobbi.
6). Perkembangan social dan personal.
B. Kajian khusus penelitian
1. sholat
Sholat adalah tiangnya agama Islam, sholat merupakan amal yang pertama kali dipertanggungjawabkan nanti di hari kiamat, bila sholatnya baik maka amal yang lain jadi baik, jika sholatnya rusak maka amal yang yang lain jadi tercemar. Sholat dicanangkan oleh Allah SWT untuk membentuk kepribadian seorang muslim yang tangguh, dalam sholat Allah mengajarkan hidup disiplin, hidup sabar,bermasyarakat, mengajarkan hidup sehat, hidup bersih lahir dan batin, menahan diri dan pengendalian diri, berkomunikasi dengan Khaliknya,
Inilah yang mendorong peneliti untuk mengkaji fiqh ibadah materi sholat yang sudah mengalami penurunan dalam memahami dan mempraktikkan sholat sebaimana yang telah dicontohkan Rasulullah.
2. Peningkatan pemahaman sholat.
Yang dimaksud pemahaman disini ,adalah pemahaman yang sudah menjadi sikap pribadi seseorang, yang dapat dikerjakan tanpa berpikir, pemahaman seperti ini yang disebut dengan akhlak. Dengan harapan semoga sholat itu akhirnya menjadi akhlak bagi siswa yang mengamalkannya.
3. strategi pembelajaran
Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata kerja dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos, merupakan gabungan kata “stratos” (militer) dengan “ago” (memimpin). Sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Menurut Sudjana (2000) strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa strategi adalah. Kemampuan untuk merencanakan berupa tindakan secara sengaja untuk mencapai apa yang menjadi tujuan atau sasaran.
Strategi yang diterapkan dalam proses pembelajaran di sebut strategi pembelajaran. Pembelajaran merupakan perubahan istilah, sebelumnya dikenal dengan istilah proses belajar mengajar (PBM) dan kegiatan belajar mengajar (KBM). Penting ditegaskan disini perbedaan antara belajar dan pembelajaran, menurut Ismail (2008) Belajar merupakan aktifitas yang dilakukan seseorang atau peserta didik secara pribadi dan sepihak. Sementara pembelajaran itu melibatkan dua pihak, yaitu guru dan peserta didik yang di dalamnya mengandung dua unsur sekaligus, yaitu mengajar dan belajar (teaching and learning).
Menurut M. Subana dan Sunarti (2000), kata belajar berarti suatu proses perubahan tingkah laku pada siswa akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya melalui proses pengalaman dan latihan.
Belajar menurut Morris L. Bigge seperti yang dikutip Max Darsono dkk. adalah dan perubahan yang menetap dalam diri seseorang yang tidak dapat diwariskan secara genetis, Moriss menyatakan bahwa perubahan itu terjadi pada pemahaman (insight), perilaku, persepsi, motivasi, atau campuran dari semuanya secara sistematis sebagai akibat pengalaman dalam situasi tertentu.
Sedangkan pembelajaran, seperti yang didefinisikan Oemar Hamalik adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, internal material fasilitas perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Mulyasa, pembelajaran pada hakikatnya adalah interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.Dalam pembelajaran tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan individu tersebut.
Dari beberapa pendapat di atas jelas terdapat perbedaan pengertian antara belajar dengan pembelajaran, belajar lebih di titikberatkan pada proses yang dilakukan oleh seseorang untuk dapat mempunyai kompetensi tertentu yang dilakukan secara sepihak. Sedangkan pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan melalui interaksi antara peserta didik dengan pendidik atau lingkungannya.
Karena pembelajaran merupakan interaksi dua pihak, maka diperlukan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Metode pembelajaran atau sering dikenal istilah strategi belajar mengajar senantiasa mengalami dinamika dalam praktik dunia pendidikan. Tidak terkecuali di negara Indonesia, dinamika tersebut terjadi dari masa kemasa seiring dengan kebijakan pemberlakuan kurikulum pendidikan mulai kurikulum 1975, 1984, 1994, KBK 2004 dan KTSP 2006. Dalam catatan sejarah pendidikan nasional, telah dikenal beberapa pendekatan atau strategi pembelajaran SAS (Sintesis, Analisis, Sistematis), CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), CTL (Contekxtual Teaching and Learning), Life Skill Education, PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)
4. pembelajara afektif
Metode yang digunakan adalah memberian motivasi melalui memperdalam kajian sholat, melalui kajian nikmat umumnya, melalui kajian diri pribadi siswa, melalui video penciptaan Alam semesta. Sehingga semua potensi rohani dan jasmaninya bisa berfungsi dengan lebih baik. Sehingga terdorong untuk mensyukuri nikmatNya salah satunya adalah melakukan shalat lima waktu.
-Pengertian pemahaman
-Ciri cirri pemahaman
Strategi Pembelajaran Afektif
BAB III
A. Jenis penelitian
PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
B. Subjek penelitian
SISWA kls VIII MTs TLAGAH II GALIS BANGKALAN
C. Setting penelitian
D. Waktu penelitian
E. Desain penelitian
1. Siklus penelitian
2. Tahapan siklus PTK
a. Refleksi awal
b. Perencanaan
c. Pelaksanaan
d. Pengamatan
e. Refleksi
F. Metode pengumpulan data
G. Instrumen pengumpulan data
H. Teknis analisis data
Langganan:
Postingan (Atom)